Jumat, 14 Februari 2014

Tulisan 1 ISD

Tulisan 1
Alasan kuliah di Gunadarma mengambil Fakultas dan Jurusan tersebut??
Assalamualaikum WR. WB.
Saya akan jelaskan kenapa saya masuk Gunadarma. Awalnya saya tidak mau kuliah, saya ingin langsung bekerja. Karna orang tua tidak mengijinkan saya bekerja dan menyuruh kuliah terlebih dahulu. Orang Tua saya bilang “Kuliah aja dulu selagi Ayah bisa biayain Kuliah dan pengen lihat anak nya sukses kedepannya. Saya pada awalnya sudah tidak minat kuliah tapi karna Orang Tua yang meminta saya mencoba menuruti nya. Saya juga pengen bahagiain Orang Tua. Lalu saya mencoba ikut SBMPTN dan hasilnya tidak diterima sama pilihan saya…
Orang tua saya menyarankan masuk Gunadarma. Lalu saya mencoba mengambil formulir dan mengambil Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi (FIKTI) jurusan Sistem Informasi (SI), itu juga termasuk saran orang tua karna saya bingung ingin ngambil yang mana dan saya terima pilihan orang tua.
Sekian dari Saya, Terima Kasih atas perhatiannya saya akhiri dengan
Waalaikumsalam WR. WB.

Tulisan 4 ISD

TULISAN 4
CONTOH AKIBAT GLOBALISASI TERHADAP PERKEMBANGAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA
1. ASPEK POLITIK
Dampak negatif dengan adanya globalisasi yaitu mampu membuka cakrawala berpikir masyarakat secara global.Sesuatu yang diterapkan di luar negeri, dapat mempengaruhi kita untuk mengikutinya. Padahal apa yang ada di luar negeri belum tentu sesuai dengan kehidupan dan tradisi bangsa kita. Sementara bila tidak mengikuti akan diaggap tidak aspirstif sehingga dapat megganggu kestabilan nasional., pertahanan dan ketahanan bahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
2. ASPEK EKONOMI
Globalisasi telah membawa masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan menjadi masyarakat yang konsumerisme. Hal yang perlu dipertimbangkan dari dampak buruk globalisasi, yaitu jika pencitraan produk luar negeri selalu lebih baik dari produk dalam negeri akan berakibat fatal. Kefatalan tersebut akan menjadi boomerang bagi produk-produk dalam negeri yang tentu saja akan kalah bersaing, baik dari segi kualitas maupun kuantitas produk yang dihasilkan.
3. ASPEK SOSIAL-BUDAYA
1) Liberalisme akan tumbuh, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
2) Munculnya hedonisme, paham mengenai suatu kenikmatan hidup sebagai nilai tertinggi. Hal trersebut memaksa manusia untuk memenuhi keinginan dan kenikmatan pribadi.
3) Rasa kekaluargaan yang akan berkurang dengan adanya jiwa individualis.
4) Kesenjangan sosial semakin tajam.
5) Budaya-budaya tradisional kita akan tergeger oleh budaya negra lain.

4. ASPEK PERTAHANAN KEAMANAN

Globalisasi menjadikan kemajuan teknologi juga juga digunakan oleh jaringan penjahat internasional untuk beroperasi di berbagai negara. Penjahat-penjahat dari dalam negeri yaitu warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana misalnya saja korupsi, makar terhadap pemerintahan negara, membunuh dan sebagainya, mudah melarikan diri ke Negara lain dan menetap di sana bahkan para penjahat politik dapat memperoleh suaka politik. Hal ini sangat merugikan bagi bangsa Indonesia.

Tugas 4 ISD - Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan

MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
PENGERTIAN MASYARAKAT DESA
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuatsesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian

PENGERTIAN MASYARAKAT KOTA
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
5. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
6. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.



PERBEDAAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA
Masyarakat Pedesaan
1).Perilaku homogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
3).Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
4).Isolasi sosial, sehingga statik
5).Kesatuan dan keutuhan kultural
6).Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7). Kolektivisme

Masyarakat Kota:
1). Perilaku heterogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
3).Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4).Mobilitassosial,sehingga dinamik
5).Kebauran dan diversifikasi kultural
6).Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular
7).Individualisme

HUBUNGAN DESA DAN KOTA
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan
Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota. Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.
ASPEK POSITIF DAN NEGATIF DARI MASYARAKAT DESA DAN KOTA
§ Aspek Negatif
a. Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian.
b. Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.

§ Aspek Positif
a. Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah.

Tulisan 3 ISD

Tulisan 3

Perkembangan Hukum di Indonesia Dari Masa Sesudah Kemerdekaan Sampai Masa Reformasi
Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undang-undang, perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain sebagainya.
Dan untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama dalam dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh.
Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila.
Pada pembangunan lima tahun yang merupakan sebagai Rule of Law pada tahun 1969 merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka, dimana Hukum di fungsikan sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat proses pembangunan melakukan pendekatan baru yang dapat dipakai untuk merelevansi permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan permasalahan makro yang tidak hanya terbatas pada persoalan normative dan ligitigatif (dengan kombinasi melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum nasional).
Yang secara Eksplisit dan resmi dalam naskah Rancangan Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun 1974, Bab 27 Paragraf IV butir I Menguraikan : “Hukum dan Rancangan Perundang-undangan”, dengan prioritas untuk meninjau kembali dan merancang peraturan-peraturan perundang-undangan sesuai dengan pembangunan social-ekonomi (perundangan-undangan disektor social-ekonomi.
Kontinuitas Perkembangan Hukum Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Kolonial yng dinasionalisasi, adalah pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan Indonesia, adalah dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional (berasal dari hukum dan praktek bisnis Amirika).
Para ahli hukum praktek yang mempelajari hukum eropa (belanda), dalam hal ini, mochtar berpengalaman luas dalam unsur-unsur hukum dan bisnis Internasional, telah melakukan pengembangan hukum nasional Indonesia dengan dasar hukum kolonial yang dikaji ulang berdasarkan Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling logis. Dimana Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya masih merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan, terlihat terjadi pergerakan kearah pola-pola hukum eropa (belanda), yang mengadopsi dari hukum adat, hukum Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/pola sistematik dari eropa tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau hukum dagang (Handels recht Vav koophandel membedakan hukum sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi.
Dalam Wetboek Van Koohandel terdapat pula pengaturan mengenai leasing, kondominium, pada Universitas Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria, perpajakan dan pertambangan masuk kedalam hukum ekonomi, sedangkan hukum dagang (belanda) dikualifikasikan sebagai hukum privat (perdata), khususnya hukum ekonomi berunsurkan kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh karenanya hukum dagang untuk mengatur mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur mekanisme ekonomi berencana.
Pada era Orde Baru pencarian model hukum nasional untuk memenuhi panggilan zaman dan untuk dijadikan dasar-dasar utama pembangunan hukum nasional., dimana mengukuhkan hukum adat akan berarti mengukuhan pluralisme hukum yang tidak berpihak kepada hukum nasional untuk diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi), terlihat bahwa hukum adat plastis dan dinamis serta selalu berubah secara kekal. Ide kodifikasi dan unifikasi diprakasai kolonial yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum yang memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis. Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum kolonial yang bertentangan dengan hukum adat adalah merupakan tugas dan komitmen Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi kedalam hukum nasional.
Pada masa era tahun 1970, telah dilakukan konsolidasi dengan dukungan politik militer dan bertopang pada struktur secara monolistik serta mudah dikontrol secara sentral, mengingat peran hukum adat dalam pembangunan hukum nasional sangat mendesak yang secara riil tidak tercatat terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran moral, pada saat masalah operasionalisasi dan pengefektifan terhadap faham hukum sebagai perekayasa ditangan Pemerintah yang lebih efektif.
Timbul permasalahan pokok yaitu : 1. Mengapa didalam Sejarah Hukum harus kembali kepada Ketetapan MPRS Tahun 1966 yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru ?, 2. Bagaimanakah realisasi dari Pemerintahan Orde Baru dengan prodak Hukum Super Semar, serta bagaimana perubahan Sejarah Hukum dipandang baiak dari Kebijakan Dasar maupun Kebijakan Pemberlakuan terhadap roda Pemerintahan dimasa Orde Baru (baik secara factor Internal maupun secara factor eksternal) ? Atas dasar permasalahan tersebut, maka harus mempunyai tujuan serta maksudnya yaitu memperdalam pengetahuan Sejarah Hukum, agar dapat terlihat secara jelas dan sistematis perkembangan dari masa-masa pemerintah Orde Lama kepada masa Orde Baru, dimana pada masa Pemerintahan Orde Baru yang telah melakukan perubahan secara besar-besaran dibidang Hukum, Politik dan Sosial Budaya.
Tidak terlepas dari kerangka teori dan konsep yang berlandaskan kepada Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang merupakan sebagai Landasan Idiil, yang dijelaskan dalam “paragraph Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka dan Konstitusional serta dikuatkan dengan Ketetapan MPRS Tahun 1966 tanggal 5 Juli dengan Ketetapan MPRS No. XX menetapkan : “sumber teretib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekue dan yang maksud ketetapan MPRS tersebut adalah Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Super Semar 1966”.
Sangat jelas terlihat bahwa pada tahun 1966 telah terjadi perubahan besar-besaran dibidang hukum dan Politik, yang meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dimana UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional terhadap segala kegiatan ekonomi, politik, social dan budaya, dan anti kolonialisme dan anti imperialisme tidak lagi dikumandangkan telah berganti strategi nasional yaitu kepada masalah soal kemiskinan dan kesulitan hidup ekonomi untuk dipecahkan.yang berkaitan dengan pendapatan rakyat, buta aksara/huruf, kesehatan dan pertambahan penduduk. Dengan sikap Low Profile dalam politik Internasional, dengan dibawah kontrol Pemerintah Orde Baru terdapat suatu indicator keberhasilan perjuangan bangsa yang kemudian dialihkan keberhasilannya dalam pembangunan ekonomi.Hal tersebut berkaitan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 dan pada Tahun 1968, dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh (dari kebijakan politik revolusioner sebagai panglima menjadi kebijakan pembangunan ekonomi sebagai perjuangan Orde Baru). Sedangkan pada berikutnya adalah sebagai tahap mengembalikan citra Indonesia sebagai Negara Hukum, dimana perkembangan hukum nasional pada era Orde Baru adalah upaya memulihkan kewibawaan hukum dan tata hirarki perundang-undangan. Yang kemudia pada Tahun 1966 tanggal 5 Juli dengan Ketetapan MPRS No. XX : telah menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan maksud ketetapan MPRS tersebut adalah Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Super Semar 1966.
Dengan Tata urutan serta tingkatan-tingkatan tersebut yaitu : Undang-Undang Dasar, Ketetapam MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Pelaksanaan lainnya (Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri). Pembangunan lima tahun merupakan (Rule of Law) pada tahun 1969 merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dengan melihat kepada Rule of Law, terdapat tiga kebijakan yaitu Hak Azasi manusia, peradilan harus bebas dan tidak memihak (UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman) dan azas legalitas terhadap hukum formil maupun hukum materiil.
Dan pada masa awal Pemerintahan Orde Baru, telah dilakukan pembatasan-pembatasan kekuasaan eksekutif, karena pada Pemerintahan Presiden Soekarno, kekuasaan eksekutif mendudukkan diri kepada Pimpinan Besar Revolusi, yaitu dengan mengesahkan jabatannya sebagai Presiden seumur hidup (Sangat eksesif dengan dekrit-dekrit Presiden sebagai kekuatan hukum yang melebih kekuatan undang-undang dan UU Pokok Kehakiman No. 19 Tahun 1964 yang telah memberi wewenang kepada Presiden untuk melakukan intervensi pada perkara-perkara di Pengadilan). Atas dasar tersebutlah Pemerintah Orde Baru melakukan pemulihan kewibaan hukum dan menegakkan The Rule of Law untuk terciptanya serta terlaksananya kegiatan perekonomian, dengan bantuan luar negeri dan investasi asing oleh karenannya harus tetap terjaminnya kepastian berdasarkan hukum.
Pada masa era Orde Baru, telah menjadikan hukum pembangunan, bukan hukum revolusi dengan tidak memberlakukan hukum kolonial (Barat seperti desakan Sahardjo dan Wirjono). Sebagaimana telah terjadi pertentangan antara Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu dijabat oleh Soebekti (pada Tahun 1963), yang menentang logika hukum Saharjo dan Wirjono, dimana dalam pelaksanaan dan operasionalisasi kegiatannya banyak yang memaksakan penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan peristiwa yang disebut Legal Gaps (Para yuris menghadapi berbagai permasalahan ekonomi, politik, social, budaya dan agama). Dimana pada Masa Orde Baru atau Orde Pembangunan, hukum diperlakukan sebagai sarana dan baru yang bertujuan pembangunan, dan bukan bertujuan untuk merasionalisasai kebijakan-kebijakan Pemerintah ( Kebijakan eksekutif).
Proses pembangunan melakukan pendekatan baru, yang dapat dipakai untuk merelevansi permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan permasalahan makro yang tidak hanya terbatas pada persoalan normative dan ligitigatif. Menurut Mochtar Kusumaatmadja : “ yang mengajak para sosiologik dalam ilmu hukum untuk merelevansikan hukum dengan permasalahan pembangunan social-ekonomi. Dimana Faham aliran sociological Jurisprudence (Legal Realisme), yaitu konsep Roscoe Pound adalah “perlunya memfungsikan Law as a Tool of Social Engineering”, dan dengan dasar argumen Mochtar yaitu “mengenai pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat menurut kepada skenario kebijakan Pemerintah/eksekutif, yang sangat diperlukan oleh negara-negara sedang berkembang. Para ahli Politik, ekonomi dan Hukum harus memikirkan dan membantu tindakan untuk mengefektikan hukum dengan menjaga Status Quo, akan tetapi juka ikut mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang dilakukan secara tertib dan teratur.
Menurut Raymond Kennedy adalah “Merupakan kebijakan anti-Acculturation yang tidak mendatangkan kemajuan apa-apa”, maka pembangunan hukum nasional di Indonesia hendaklah tidak tergesa-gesa dalam membuat keputusan (apakah meneruskan hukum kolonial ataukah secara apriori mengembangkan hukum adat sebagai hukum nasional). Dimana Mochtar mengajurkan agar dilakukan penelitian terlebih dahulu untuk melakukan Charting out in what areas of Law(sedangkan mengenai soal kontrak, badan-badan usaha dan tata niaga dapat diatur oleh hukum perundang-undangan nasional dan untuk masalah lain yang netral seperti komunikasi, pelayaran, pos dan telekomunikasi dapat dikembangkan dalam system hukum asing/meniru). Dimana pemikiran mochtar tidak terlalu istimewa akan tetapi berfikir tentang fungsi aktif hokum sebagai perekayasa social (sangat penting dalam perkembangan hukum nasional pada era Orde Baru).
Setelah masa kekuasaan Presiden Soekarno, Mochtar mengalirkan pemikirannya melalui konsorsium Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengontrol kurikulum pada Fakultas Hukum di Indonesia maupun sebagai Menteri Kehakiman Tahun 1974-1978, dengan kombinasi dari keduannya dengan kodifikasi dan unifikasi hukum nasional yang terbatas secara selektif pada hukum yang tidak menjamah tanah kehidupan budaya dan spiritual rakyat, yang menjadi program Badan Pembinaan Hukum Nasional. Dengan Ide Law as a Tool of Social Engineering adalah untuk memfungsikan hukum guna merekayasa kehidupan ekonomi nasional saja dengan tidak melupakan hukum tata negara (terlihatlah mendahulukan infrastruktut politik dan ekonomi) dan ide ini sesuai dengan kepentingan Pemerintah. Atas dasar tersebut dimana kelembagaan hukum adalah untuk kepentingan pembangunan ekonomi, permodalan, perpajakan, keuangan, perbankan, investasi, pasar modal, perburuhan dan lain-lain.
Hukum nasional dikualifikasikan sebagai hukum nasional modern dengan mengikuti perkembangan sejarah hukum dengan menempatkan diri secara khusus kearah perkembangan. Dalam Pidato Presiden Soeharto yaitu dalam pembukaan Law Asia di Jakarta Tahun 1973 yang mengatakan bahwa “ Setiap pembangunan mengharuskan terjadinya serangkaian perubahan, bahkan juga perubahan-perubahan yang sangat fudamental”, tetapi tidak dapat dikatakan sebagai keadaan status quo dimana sesungguhnya hukum akan berfungsi sebagai pembuka jalan dan kesempatan menuju kepembaharuan yang dikendaki. Secara Eksplisit dan resmi dalam naskah Rancangan Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun 1974, Bab 27 Paragraf IV butir I Menguraikan : “ Hukum dan Rancangan Perundang-undangan”, dengan prioritas untuk meninjau kembali dan merancang peraturan-peraturan perundang-undangan sesuai dengan pembangunan social-ekonomi (perundangan badan usaha, paten, merk dagang, hak cipta, tera dan timbangan, perundangan lalulintas, pelayaran, transportasi dan keamanan udara, telekomunikasi dan pariwisata, Perundangan Prosedur penggunaan, pemilikan dan penggunaan lahan pertanahan, keuangan negara dan daerah dan perundangan perikanan darat, perkebunan, alat pertanian, perternakan, pelestarian sumberdaya alam dan perlingunan hutan), khususnya bidang pertanian, industri, pertambangan, komunikasi dan perdagangan.
Dengan memfungsikan hukum untuk kepentingan pembangunan ekonomi (kehendak kepentingan industrialisasi masyarakat modern) oleh faham “ hukum sebagai sarana perekayasa social” begitu pula ide pendayagunaan hukum masuk sebagai kebijakan pemerintah dengan upaya melakukan survai untuk menginvestasikan dan meletakkan keadan hukum yang telah atau belum ada untuk kepentingan aktivitas ekonomi, yang kemudian bermanfaat untuk menentukan kebijakan perundang-undangan yang telah direncanakan dalam rancangan pembangunan lima tahun kedua. Pembangunan hukum nasional dengan cara mengembangan hukum baru atas dasar prinsip yang diterima dalam kehidupan Internasional, dimana ada dua pihak ahli hukum yang tidak setuju, yaitu harus ada kontinuitas perkembangan hukum (kolonial) menuju hukum nasional dimana Hukum nasional harus berakar yaitu hukum adat.
Jelasnya bahwa pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan Indonesia adalah dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional (berasal dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek, mempelajari hokum eropa (belanda) dimana mochtar berpengalaman luas dalam unsur-unsur hukum dan bisnis Internasional, melakukan pengembangan hokum nasional Indonesia dengan dasar hukum kolonial yang dikaji ulang berdasarkan Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling logis.
Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya masih merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan, terlihat terjadi pergerakan kearah pola-pola hukum eropa(belanda). Telihat adanya adopsi dari hukum adat, hukum Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/pola sistemiknya yang eropa tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau hukum dagang (Handels recht Vav koophandel membedakan hukum sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi. Dalam Weyboek Van Koohandel terdapat pula mengatur leasing, kondominium dan Universitas Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria, perpajakan dan pertambangan masuk kedalam hukum ekonomi.
Terutama pada hukum dagang (belanda) yang dikualifikasikan sebagai hukum privat (perdata), sedangkan hukum ekonomi berunsurkan kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh karenanya hukum dagang untuk mengatur mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur mekanisme ekonomi berencana.
Keberadaan hukum adat tidak pernah akanmundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun hukum nasional, hal terlihat dari terwujudnya kedalam hukum nasional yaitu dengan mengangkat hukum rakyat/hukum adat menjadi hukum nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat menjadi hukum nasional yang modern (soepomo).
Di masa Orde Baru pencarian model hukum nasional adalah untuk memenuhi panggilan zaman dan untuk dijadikan dasar-dasar utama pembangunan hukum nasional., dimana mengukuhkan hukum adat akan berarti mengukuhan pluralisme hukum dan tidak berpihak kepada hukum nasional yang diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi). Dan ide kodifikasi dan unifikasi diprakasai kolonial yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum yang memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis, dengan mengingat bahwa hukum kolonial dianggap sangat bertentangan dengan hukum adat adalah merupakan tugas dan komitmen Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi kedalam hukum nasional tersebut.
Law as a Tool Social Engineering, baru siap dengan rambu-rambu pembatas dan beluam siap dengan alternatif positif yang harus diwujudkan, dimana hukum nasional harus berdasarkan hukum adat, dan juga sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian hukum adat adalah merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan untuk pembangunan hukum nasional dalam unifikasi hukum (karena terdapat nilai universal), untuk menguji kelayakan hukum nasional.
Dengan melihat kepada pendapat para ahli hukum (Van Vollenhoven dan Soepomo), dimana terdapat empat asas hukum adat yang mempunyai nilai universal dan lima pranata hukum adat dapat dijumpai dalam hukum Internasional, yang merupakan dasar kekuasaan umum dan asas perwakilan serta permusyawaratan dalam sistim pemerintahan.
Didalam hukum Internasional pranata maro (production sharing contract), pranata panjer (commitment fee atau down payment) dimana pranata kebiasaan untuk mengijinkan tetangga tidak perlu meminta izin untuk melintas pekarangan seseorang (innocent passage), pranata dol oyodan atas tanah (voyage charter atau time charter) dan pranata jonggolan (lien atau mortgage).13Konsep tanah wewengkon atau tanah ulayat dalam hukum internasional dikenal sebagai konsep teritorialitas yaitu perlindungan kebawah kekuasaan seseorang penguasa agar terhindar dari sanksi adat (dalam hukum internasional disebut asylum atau hak meminta suaka).
Sebagai upaya dimasa Orde Baru, bahwa badan kehakiman diidealkan menjadi hakim yang bebas serta pembagian kekuasaan dalam pemerintahan adalah harapan sebagai badan yang mandiri dan kreatif untuk merintis pembaharuan hukum lewat mengartikulasian hukum dan moral rakyat. Dimana ketidak mampuan hakim bertindak mandiri dan bebas dalam proses dan fungsi pembaharuan hukum nasional, tidak disebabkan oleh para hakim saja, yang tidak menjamin kemandiriannya yang seharusnya ditetapkan dahulu secara diktrinal(karena pendidikan hukum dan kehakiman terlanjur menekankan pola berfikir deduktif lewat silogisme logika formal tanpa melalui berfikir induktif untuk menganalisa kasus/case law).
Barulah pada tahun 1970, telah dilakukan konsolidasi dengan dukungan politik militer dan topangan birokrasi yang distrukturkan secara monolitik serta mudah dikontrol secara sentral, mengingat peran hukum adat dalam pembangunan hukum nasional sangat mendesak yang secara riil tidak tercatat terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran moral, pada saat masalah operasionalisasi dan pengefektifan terhadap faham hukum sebagai perekayasa ditangan Pemerintah yang lebih efektif.
Resultante pada era Orde Baru telah terlanjur terjadi karena kekuatan dan kekuasaan riil eksekutif dihadapan badan-badan perwakilan telah menjadi tradisi di Indonesia sejak jaman kolonial dan pada masa sebelumnya dan juga adanya alasan-alasan yang lain yaitu alasan pertama : adalah pendayagunaan wewenang konstitusional badan deksekutif yang melibatkan diri dalam pernacangan dan pembuatan undang-undang, karena dikusainya sumber daya yang ralif berlebihan alan menyebabkan eksekuitf mampu lebih banyak berprakasa, yang seharusnya alih ide dan kebijakan diperakasai oleh lembaga perwakilan akan tetapi pada kenyataannya justru ide dan prakasa eksekutif yang lebih banyak merintis dan mengontrol perkembangan.
Kontrol eksekutif tampak lebih menonjol manakala memperhatikan keleluasaan eksekutif dalam hal membuat regulatory laws sekalipun hanya bertaraf peraturan pelaksanaan, alasan kedua : adalah dimana perkembangan politik pada era Orde Baru, kekuatan politik yang berkuasa di jajaran eksekutif ternyata mampu bermanouver dan mendominasi DPR dan MPR, dengan kompromi politik sebagai hasil trade-offs antara berbagai kekuatan polotik.
Terlihat dari Pemilihan Umum tahun 1973, dimana 100 dari 360 anggota Dewan adalah anggota yang diangkat dan ditunjuk oleh eksekutif yaitu fraksi ABRI ditunjuk dan diangkat sebagai konsesi tidak ikutnya anggota ABRI dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum. Konstelasi dan kontruksi tersebut dalam abad ke 20 secara sempurna menjadi “Government Social Control dan fungsi sebagai “Tool Of Social Engineering”.
Dengan demikian Orde Baru telah menjadi kekuatan kontrol Pemerintah yang terlegitimasi (secara formal-yuridis) dan tidak merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral dan wawasan kearifan yang tidak hidup dalam masyarakat awam, hal ini terlihat gerakan-gerakan dari bawah untuk menuntut hak-hak asasi, yang justru lebih kuat dan terjadi dimasa kejayaannya ide hukum revolusi diawal tahun 1960-an.
Analisa pertama adalah karena disebabkan dianggap sudah tidak murni dan konsekuen untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan idiil dan konstitusional, dimana Presiden Orde lama dengan melalui dekrit-dekritnya sebagai Pimpinan yang tertinggi dan sebagai Presiden seumur hidup. Dimana kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan secara internal, mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak-hak asasi manusia dimana terjadi kelaparan serta kemiskinan yang berkelanjutan karena telah menyimpang dari landasan Negara yaitu UUD 1945 dan Pancasila.
Jika dilihat berdasarkan factor eksternal, dimana pada masa Pemerintahan Orde Lama adalah yang merupakan sebagai Presiden seumur hidup sebagai pahlawan revolusi telah bertindak melakukan menguasaan terhadap perusahaan asing, dengan mengakibatkan secara factor eksternal terdapat ketidak percayaan investor asing terhadap Pemerintah Orde Lama, karena dengan kekuasaannya telah mengakibatkan terjadinya ketidak pastian hukum di Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Lama tersebut.
Analisa permasalahan kedua, adalah dimana pada Pemerintahan Orde Baru adalah merupakan sebagai Pemerintahan yang dengan memberlakukan Ketetapan MPRS No. XX : yang telah menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan yang dimaksud oleh ketetapan MPRS tersebut adalah Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Super Semar 1966. Dimana secara factor internal, Pemerintahan Orde Baru ingin melakukan pembaharuan hukum disegala sector dengan melakukan kodofikasi dan unifikasi hukum nasional, upaya ini adalah untuk mengembalikan citra hukum Indonesia akibat kekuasaan Orde lama yaitu dengan mengembalikan perusahaan asing yang telah dikuasai semasa Pemerintahan Orde Lama dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum Indonesia. Analisa secara factor Eksternal adalah bertujuan agar kembali kepada kebijakan dasar yaitu UUD 1945 dan Pancasila dan kebijakan Pemberlakukan yaitu Peraturan Perundang-undangan yang bersandar kepada hukum Nasional yang telah di kodifikasi dan di Unifikasi, dengan tujuan sebagai terciptanya kepastian hukum dam menunjukan kepada dunia Internasional agar mau menanamkan modal atau menginvestasikan kembali modalnya di Indonesia dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.
Setelah kemerdekaan, Indonesia bertekad untuk membangun hukum nasional yang berdasarkan kepribadian bangsa melalui pembangunan hukum. Secara umum hukum Indonesia diarahkan ke bentuk hukum tertulis. Pada awal kemerdekaan dalam kondisi yang belum stabil, masih belum dapat membuat peraturan untuk mengatur segala aspek kehidupan bernegara. Untuk mencegah kekosongan hukum, hukum lama masih berlaku dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 192 Konstitusi RIS (pada saat berlakunya Konstitusi RIS) dan Pasal 142 UUDS 1950 (ketika berlaku UUDS 1950). Sepanjang tahun 1945-1959 Indonesia menjalankan demokrasi liberal, sehingga hukum yang ada cenderung bercorak responsif dengan ciri partisipatif, aspiratif dan limitatif.
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Pada masa Orde Lama Pemerintah (Presiden) melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945. Demokrasi yang berlaku adalah Demokrasi Terpimpin yang menyebabkan kepemimpinan yang otoriter. Akibatnya hukum yang terbentuk merupakan hukum yang konservatif (ortodok) yang merupakan kebalikan dari hukum responsif, karena memang pendapat Pemimpin lah yang termuat dalam produk hukum.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah :
1. Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang; hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden.
2. MPRS menetapkan Oresiden menjadi Presiden seumur hidup; hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan Presiden.
3. Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri; dengan demikian , MPR dan DPR berada di bawah Presiden.
4. Pimpinan MA diberi status menteri; ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.
5. Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR); dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya.
6. Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front Nasional.
7. Presiden membubarkan DPR; padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR
Pada tahun 1966 merupakan titik akhir Orde lama dan dimulainya Orde Baru yang membawa semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun Soeharto sebagai penguasa Orde Baru juga cenderung otoriter. Hukum yang lahir kebanyakan hukum yang kurang/tidak responsif. Apalagi pada masa ini hukum “hanya” sebagai pendukung pembangunan ekonomi karena pembangunan dari PELITA I – PELITA VI dititik beratkan pada sektor ekonomi. Tetapi harus diakui peraturan perundangan yang dikeluarkan pada masa Orde Baru banyak dan beragam.
Penyimpangan-penyimpangan pemerintah pada masa orde baru adalah :
1. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2. Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya,hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3. Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis; pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga presiden terus menenrus dipilih kembali.
4. Terjadi monopoli penafsiran Pancasila; Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5. Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul dan berpendapat.
6. Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
7. Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi,yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8. Terjadi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi.
Setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang bermaksud membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembenahan sistem hukum termasuk agenda penting reformasi. Langkah awal yang dilakukan yaitu melakukan amandemen atau perubahan terhadap UUD 1945, karena UUD merupakan hukum dasar yang menjadi acuan dalam kehidupan bernegara di segala bidang. Setelah itu diadakan pembenahan dalam pembuatan peraturan perundangan, baik yang mengatur bidang baru maupun perubahan/penggantian peraturan lama untuk disesuaikan dengan tujuan reformasi.
Pemerintah dalam Implementasi Hukum pada Masing-masing Periode
Berbicara bagaimana peranan Pemerintah dalam implementasi hukum di Indonesia terkait dengan politik hukum yang dijalankan Pemerintah, karena politik hukum itu menentukan produk hukum yang dibuat dan implementasinya. Pada masa Penjajahan Belanda, politik hukumnya tertuang dalam Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) yang mengatur hukum mana yang berlaku untuk tiap-tiap golongan penduduk. Adapun mengenai penggolongan penduduk terdapat pada Pasal 163 IS. Berdasarkan politik hukum itu, di Indonesia masih terjadi pluralisme hukum.
Setelah Indonesia merdeka, untuk mencegah kekosongan hukum dipakailah Aturan peralihan seperti yang terdapat pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 192 Konstitusi RIS dan Pasal 142 UUDS 1950. Hukum tidak terlalu berkembang pada masa awal kemerdekaan, akan tetapi implementasinya relatif baik yang ditandai lembaga peradilan yang mandiri. Hal ini merupakan efek dari berlakunya demokrasi liberal yang memberi kebebasan kepada warga untuk berpendapat. Sebaliknya pada masa Orde lama, peran pemimpin (Presiden) sangat dominan yang menyebabkan implementasi hukum mendapat campur tangan dari Presiden. Akibatnya lembaga peradilan menjadi tidak bebas.
Ketika Orde Baru berkuasa, politik hukum yang dijalankan Pemerintah yaitu hukum diarahkan untuk melegitimasi kekuasaan Pemerintah, sebagai sarana untuk mendukung sektor ekonomi dan sebagai sarana untuk memfasilitasi proses rekayasa sosial. Hal ini dikarenakan Pemerintah Orde Baru lebih mengutamakan bidang ekonomi dalam pembangunan. Perubahan terjadi ketika memasuki era reformasi yang menghendaki penataan kehidupan masyarakat di segala bidang. Semangat kebebasan dan keterbukaan (transparansi) menciptakan kondisi terkontrolnya langkah Pemerintah untuk mendukung agenda reformasi termasuk bidang hukum. Langkah-langkah yang diambil antara lain pembenahan peraturan perundangan, memberi keleluasaan kepada lembaga peradilan dalam menjalankan tugasnya serta memberi suasana kondusif dalam rangka mengembangkan sistem kontrol masyarakat untuk mendukung penegakan hukum.

Contoh Kasus hukum Perdata, Pidana, dan Hukum Tata Perdata

~Hukum Perdata
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Contoh kasus hukum perdata:
Kasus Perceraian karena Perbedaan pandangan Hidup

~Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan – perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang – undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Contoh kasus hukum pidana :
kasus pencemaran nama baik yang menyita perhatian orang banyak adalah kasus hukum Prita Mulyasari yang menyebarkan email yang berisi cerita mengenai sesuatu yang tidak benar kepada orang lain.

~Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang organisasi kekuasaan pada suatu negara (organisasi Negara ) dan segala aspek yang berhubungan dengan Negara.
Contoh kasus hukum tata negara :
Ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tugas 3 ISD - Negara dan Hukum

NEGARA DAN HUKUM

PENGERTIAN NEGARA
Negara adalah suatu organisasi yang di dalamnya terdapat rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintahan yang sah. Dalam arti luas negara merupakan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional (berdasarkan undang – undang) untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai konstitusi, termasuk di dalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis.


Berikut ini pendapat beberapa pakar kenegaraan berikut ini tentang negara.
a. Mac Iver (R.M. Mac Iver : 1926)
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syarat- syarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
b. Logeman (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus masyarakat tertentu.
c. Hoge de Groot (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah ikatan-ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
d. George Jellinek (George Jellinek, Algemeine Staatsleh.re)
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manu- sia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
e. George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
f. Krannenburg (Krannemburg : 1951)
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehen- dak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
g. Roger H. Soltau (Roger H. Soltau : 1961)
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
h. Aristoteles (Solly Lubis : 2007)
Asosiasi yang setinggi-tingginya dan yang sempurna-sem- purnanya yang dapat dicapai oleh manusia untuk keperluan hidup bersama.
i. Benedictus de Spinoza
Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).
j. Harold J. Laski (Harold J. Laski : 1947)
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupa- kan bagian dari masyarakat.
k. W.L.G. Lemaire (Kurmiaty : 2003)
Negara tampak sebagai suatu masyarakat manusia teritorial yang diorganisasikan.
l. Max Weber (Max Weber : 1958)
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli peng- gunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
m. Bellefroid
Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemak- muran rakyat sebesar-besarnya.
n. Thomas Hobbes (Deddy Ismatullah : 2007)
Negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka.
o. J.J. Rousseau (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi dan mempertahankan hak masing-masing diri dan harta benda anggota-anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
p. Karl Marx
Negara adalah suatu alat kekuasaan bagi manusia (pe- nguasa) untuk menindas kelas manusia lainnya.


UNSUR-UNSUR NEGARA
1. Unsur konstitutif atau unsur pokok
a. Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam dalam wilayah negara tertentu.
Rakyat dalam suatu negara meliputi :
(1) Penduduk, bukan penduduk
(2) Warga negara, bukan warga negara


b. Wilayah
Wilayah negara adalah tempat/ruang yang menunjukkan batas-batas dimana negara itu sungguh-sungguh dapat melaksanakan kekuasaannya. Sehingga menjadi tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat bagi pemerintah untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahan.
Wilayah suatu negara terdiri dari:
(1) Wilayah darat
Bentuk perbatasan wilayah daratan, antara lain sebagai berikut :
a) Perbatasan buatan manusia, seperti tembok (great wall), patok besi, dan lain lain.
b) Batas alam, seperti gunung, hutan, sungai, dan lain-lain.
c) Batas geofisika, yang berupa garis lintang dan bujur.
(2) Wilayah laut
Wilayah laut suatu negara disebut laut teritorial sedangkan laut yang berada di luar laut territorial disebut laut bebas / laut internasional atau more liberum.
Dua konsepsi yang pernah muncul berkaitan dengan peguasaan wilayah lautan :
a) Res Nullius
Pandangan yang menyatakan bahwa laut dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara (John Sheldon dari Inggris dalam bukunya More Clausum)
b) Res Communis
Pandangan yang beranggapan bahwa laut itu milik bersama atau milik masyarakat dunia, sehingga tidak dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara (Hugo de Groot/ Grotius dalam bukunya More Liberum, Gotius mendapatkan julukan Bapak Hukum Internasional).
(3) Wilayah udara
Wilayah udara suatu negara meliputi wilayah di atas daratan dan lautan negara yang bersangkutan. Wilayah kedaulatan udara Indonesia menurut UU No. 20/1982 setinggi 35,761 km termasuk orbit geostasioner.
Beberapa pendapat mengenai wilayah kedaulatan udara :
a) Lee : wilayah udara territorial suatu negara adalah jarak tembak meriam yang dipasang di daratan.
b) Van Holzen Darf : wilayah udara suatu negara adalah 1000m di atas permukaan bumi tertinggi.
c) Henrich’s : wilayah udara suatu negara setinggi 196 mil.
(4) Wilayah ekstra teritorial
Wilayah ekstra teritorial adalah wilayah tempat berlakunya kekuasaan sebuah negara di luar batas-batas wilayah teritorial.
Contoh wilayah ekstra teritorial :
a) Kapal laut di luar laut teritorial di bawah bendera suatu negara.
b) Wilayah tempat bekerjanya badan perwakilan sebuah negara.
c. Pemerintah yang berdaulat
(1) Pemerintah dalam arti sempit yaitu suatu badan yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara yang terdiri atas Presiden, Wakil presiden, dan para menteri.
(2) Pemerintahan dalam arti luas yaitu gabungan semua badan kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu negara.
2. Unsur deklaratif atau unsur tambahan
Unsur tambahan untuk berdirinya suatu negara berupa pengakuan dari negara lain yaitu pengekuan de facto (secara nyata)dan pengakuan de jure (secara hukum).


SIFAT NEGARA
1. Sifat memaksa
Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan memaksa agar masyarakat tunduk dan patuh terhadap negara tanpa tidak ada pemaksaan fisik
Hak negara ini memiliki sifat legal agar tercipta tertib di masyarakat dan tidak ada tindakan anarki. Paksaan fisik dapat dilakukan terhadap hak milik
2. Sifat monopoli
Negara menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat. Negara dapat menguasai hal-hal seperti sumberdaya penting untuk kepentingan orang banyak. Negara mengatasi paham individu dan kelompok.
3. Sifat totalitas
Semua hal tanpa pengecualian menjadi wewenang negara.


TEORI TERBENTUKNYA NEGARA
a. Teori Ketuhanan
Menurut teori ini, negara ada karena kehendak Tuhan. Teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan.
Tokoh : Agustinus, Haller, Thomas Aquinas, Julius Stahl, Kranenburg .
b. Teori Perjanjian Masyarakat
Negara terjadi karena adanya perjanjian masyarakat. Semua warga negara mengikat diri dalam suatu perjanjian bersama untuk mendirikan suatu organisasi yang bisa melindungi dan menjamin kelangsungan hidup bersama.
Tokoh : Thomas Hobbes, John Locke, J.J Rousseau, Montesquieu.
c. Teori Kekuasaan
Negara terbentuk atas dasar kekuasaan, dan kekuasaan adalah ciptaan mereka yang paling kuat dan berkuasa.
L. Duguit : Seseorang karena kelebihannya atau keistimewaannya baik karena fisik, kecerdasan, ekonomi maupun agama dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
Karl Marx : Negara dibentuk untuk mengabdi dan melindungi kepentingan kelas yg berkuasa, yaitu kaum kapitalis.
d. Teori Kedaulatan
1. Kedaulatan Negara
kekuasaan tertinggi ada pada negara, bukan pada sekelompok orang yang menguasai kehidupan negara, dan negaralah yang menciptakan hukum untuk mengatur kepentingan rakyat.
Tokoh : Vonthering, Paul Laband, G. Jelinek


2. Kedaulatan Hukum
Hukum memegang peranan dalam negara, hukum lebih tinggi dari negara yang berdaulat.


e. Teori Hukum Alam
Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara terjadi karena kehendak alam yang merupakan lembaga alamiah yang diperlukan manusia untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato, Aristoteles, Agustinus, dan Thomas Aquino


Berdasarkan kenyataan, negara terjadi karena sebab-sebab :
~Pendudukan yaitu suatu wilayah yang didudukioleh sekelompok manusia
~Pelepasan, yaitu suatu daerah yang semual menjadi wilayah daerah tertentu kemudaia melepaskan diri
~Peleburan, yaitu bebrapa negara meleburkan diri menjadi satu
~Pemecahan, yaitu lenyapnya suatu negara dan munculnya negara baru
Berdasarkan teori, negara terjadi karena


TUJUAN NEGARA
~Melaksanakan ketertiban dunia
~Menyelenggarakan Pertahanan
~Menegakkan keadilan
~Mengusahakan kesejahteraan rakyat
Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat;
~Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
~Memajukan kesejahteraan umum
~Mencerdaskan kehidupan bangsa
~Ikut melaksanakan ketertiban dunia


BENTUK-BENTUK NEGARA
Bentuk negara yang terpenting dan banyak dianut berbagai negara di dunia, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu Negara Kesatuan dan Negara Serikat.
~Negara Kesatuan
Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.
Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:
1. Sentralisasi, dan
2. Desentralisasi.
~Negara Serikat
Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat.


BENTUK KENEGARAAN
~Perserikatan Negara (Konfederasi)
Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat. 
~Uni
Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih yang merdeka dan berdaulat penuh, memiliki seorang kepala negara yang sama. Uni dibagi menjadi 2 yaitu Uni Riil dan Uni Personil
Uni Riil (Uni Nyata)
yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-negara anggotanya memiliki alat perlengkapan negara bersama yang telah ditentukan terlebih dulu.
Uni Personil
yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara, sedangkan segala urusan dalam negeri maupun luar negeri diurus sendiri oleh negara-negara anggota.
~Dominion
Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan Kerajaan Inggris. Negara dominion semula adalah negara jajahan Inggris yang setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/ Ratu Inggris sebagai lambang persatuan mereka.
~Koloni
Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh bangsa lain. Koloni biasanya merupakan bagian dari wilayah negara penjajah. Hampir semua soal penting negara koloni diatur oleh pemerintah negara penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak menentukan nasibnya sendiri.
~Protektorat
Sesuai namanya, negara protektorat adalah suatu negara yang ada di bawah perlindungan negara lain yang lebih kuat. Negara protektorat tidak dianggap sebagai negara merdeka karena tidak memiliki hak penuh untuk menggunakan hukum nasionalnya. Contoh: Monaco sebagai protektorat Prancis. Negara protektorat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu:
Protektorat Kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Negara protektorat semacam ini tidak menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei Darussalam sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris.
Protektorat Internasional, jika negara itu merupakan subyek hukum internasional. Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917), Zanzibar sebagai negara protektorat Inggris (1890) dan Albania sebagai negara protektorat Italia (1936).
~Mandat
Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan jajahan dari negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di bawah perlindungan suatu negara yang menang perang dengan pengawasan dari Dewan Mandat LBB.


PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
UNSUR-UNSUR HUKUM
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan oleh para sarjana Hukum Indonesia, dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.


CIRI-CIRI DAN SIFAT HUKUM


Ciri Hukum adalah :
1. Adanya perintah atau larangan
2. Perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Agar tata tertib dalam masyarakat dapat dilaksanakan dan tetap terpeliharadengan baik, perlu ada peraturan yang mengatur dan memaksatata tertib itu untuk ditaatiyang disebut hukum, dan siapa yang melanggar baik sengaja maupun tidak, dpt dikenakan sanksi yang berupa hukuman.


Dengan demikian hukum mempunyai sifat memaksa. Sehingga hukum menjadi peraturan hidup yang dapat memaksa orang untuk menaati serta dapat memberikan sangsi tegas terhadap setiap orang yang tidak mau mematuhinya.


SUMBER HUKUM
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi formal dan segi material. Sumber hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, konomi dan lain-lain.
Sedangkan sumber hokum formal antara lain :
1. Undang – Undang (statute)
2. Kebiasaan (costum)
3. Keputusan-keputusan Hakim (Yurisprudensi)
4. Traktat (Treaty)
5. Pendapat Sarjana hukum.


PEMBAGIAN HUKUM
Hukum di bagi menjadi 3 bagain yakni di bagi berdasarkan Tempat berlakunya, menurut isiya dan menurut waktu berlakunya.


Pembagian Hukum Menurut Tempat Berlakunya :
1. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlakubagi seluruh warga negara di dalam suatu negara.
2. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
3. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain yang harus ditaati apabila warga negara masuk ke wilayah negara negara lain.
4. Hukum Agama, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan bersama oleh masing-masing agama untuk para anggota pengikutnya.


Pembagian Hukum Menurut Isinya :
1. Hukum Privat(Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih dengan menitikberatkan masalah kepada kepentingan perorangan.
2. Hukum Publik(Hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan kenegaraan atau hubungan antara negara dengan perorangan(warga negara)


Pembagian Hukum Menurut Waktu Berlakunya :
1. Ius Contitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara dalam suatu waktu tertentu dan di dalam suatu tempat tertentu.
2. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku di masa yang akan datang.
3. Hukum Asasi(Hukum), yaitu hukum yang berlaku di dalam segala waktu dan tempat di dalam belahan dunia. Hukum tersebut berlaku untuk masa yang tidak dapat ditentukan dan tidak mengenal batas waktu terhadap siapapun juga di seluruh dunia.


CONTOH NENTUK-BENTUK NEGARA DAN PERBEDAANNYA
Bentuk negara yang terpenting dan banyak dianut berbagai negara di dunia, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu Negara Kesatuan dan Negara Serikat.


Negara Kesatuan
Negara Federal
Otonomi daerah
3 kekuasaan daerah tidak diakui
3 kekuasaan daerah diakui
3 kekuasaan daerah tidak diakui
Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
Ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
APBN dan APBD tergabung
APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara
APBN dan APBD tergabung
Bendera nasional hanya diakui
Bendera nasional serta daerah diakui
Bendera nasional hanya diakui
Daerah diatur pemerintah pusat
Daerah harus mandiri
Daerah harus mandiri
Sentralisasi
Desentralisasi
Semi sentralisasi
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
DPRD punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
Hanya hari libur nasional diakui
Hari libur nasional terdiri dari pusat dan daerah
Hanya hari libur nasional diakui
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto
Kepala negara/kepala daerah punya hak veto
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto

Keputusan pemda diatur pemerintah pusat
Keputusan pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat
Keputusan pemda diatur pemerintah pusat
Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama
Masalah daerah merupakan tanggung jawab pemda
Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama
Perda dicabut pemerintah pusat
Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah
Perda dicabut pemerintah pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Hanya Presiden berwenang mengatur hukum
Presiden berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah
Hanya Presiden berwenang mengatur hukum
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)
Setiap daerah mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum tersendiri)
Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)
Bisa interversi dari kebijakan pusat
Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat
Bisa interversi dari kebijakan pusat
Perda terikat dengan UU
UUD daerah tidak terikat dengan UU negara
Perda terikat dengan UU