Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat mewaspadai pihak yang menawarkan investasi dengan tingkat pengembalian tinggi. Direktur Komunikasi dan Hubungan Internasional OJK, Gontor Riantori, Jumat (17/5), mengatakan, investasi semacam itu wajib dipertanyakan serta diwaspadai.
Menurut dia, cara paling mudah mendeteksi apakah investasi aman adalah membandingkannya dengan tingkat pengembalian keuntungan di lembaga-lembaga keuangan yang ada, serta dengan melihat suku bunga perbankan. Ia memberikan contoh, pada tahun lalu patokan nilai investasi tertinggi di Indonesia 10 persen. Kemudian, bila ada pihak yang menawarkan diatas 10 persen, bahkan 10 persen per bulan atau 120 persen per tahun, langsung harus diwaspadai.
Selain itu, pastikan lembaga yang menawarkan investasi memiliki izin dari otoritas berwenang, serta mencari tahu siapa pihak yang ada di balik investasi itu. Jika mereka mengatakan telah memiliki izin dengan menunjukan nomor izin, jangan langsung percaya. Masyarakat harus mencatat nomor izin dan mengecek validitasnya dengan menghubungi layanan pengaduan OJK di nomor 021 500 655. Bila masyarakat mengalami penipuan berkedok investasi, segera laporkan ke kepolisian dan OJK.
Imbauan itu tak lepas dari maraknya praktik investasi “bodong” di mana pelaku kerap mengiming-imingi untung besar kepada nasabah. Akan tetapi saat jatuh tempo pengembalian keuntungan, nasabah sering mendapat janji palsu karena perusahaan investasi ternyata tak memiliki dana untuk dibayarkan (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/05/17/mmy7b5-ojk-waspadai-investasi-dengan-pengembalian-tinggi).
Pihak kepolisian menyatakan, kasus investasi yang gagal bayar seperti ini biasanya akan meningkat menjelang Lebaran. "Kami khawatirkan banyak praktik koperasi berujung penipuan. Tinggal menunggu waktu saja, macetnya (gagal bayarnya) kapan. Terlebih menjelang lebaran, karena memang paket koperasi mereka merupakan tabungan untuk hari raya dan parcel lebaran," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, menjelang Idul Fitri Agustus 2012 lalu.
Kata dia, selama setahun terakhir saja sudah ada lima kasus investasi atau koperasi berujung pada penipuan uang nasabah dan investor di antaranya Koperasi Langit Biru (KLB), Gradasi Anak Negeri, Koperasi Putera Pandawa, dan Koperasi Al-Amanah. Rikwanto juga berharap kepada pihak berwenang yang terkait, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), agar ikut memantau izin operasional lembaga-lembaga investasi. Pasalnya, banyak ditemukan koperasi yang berdiri namun menyalahi izin. "Izinnya untuk A tapi pada praktiknya untuk B atau C," ujarnya mencontohkan.
Dia mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur bunga atau bonus yang ditawarkan dengan angka tidak wajar. "Kadang koperasi menjanjikan keuntungan, dan ada beberapa (nasabah) yang mulai mendapat bonus. Lalu (si nasabah) promosi dari mulut ke mulut. Ketika nasabah makin banyak, pengurusnya lari," ujarnya (http://surabaya.okezone.com/read/2012/08/13/500/676971/hati-hati-penipuan-modus-investasi-jelang-lebaran).
OJK mencatat ada 29 perusahaan yang dilaporkan kepada lembaga itu dengan tuduhan menawarkan investasi liar atau bodong. Dan pada triwulan pertama 2013, sejak layanan informasi dan pengaduan masyarakat dibuka 21 Januari 2013, layanan konsumen keuangan terintegrasi (FCC) OJK telah menerima 124 pengaduan. Pengaduan perihal industri keuangan nonbank mendominasi dengan 88 pengaduan. Sebagian besar modusnya adalah berkedok investasi emas, serta modus perdagangan berjangka (forex trading). Laporan itu tengah ditindaklanjuti (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/05/16/09171397/Investasi.Bodong).
Jika dirinci, investasi bodong menurut OJK, memiliki ciri-ciri spesifik sebagai berikut:
1. Memberikan iming-iming tingkat imbal hasil yang sangat tinggi (high rate of return).
2. Jaminan bahwa investasi tidak memiliki risiko investasi (free risk).
3. Pemberian bonus dan cashback yang sangat besar bagi konsumen yang bisa merekrut konsumen baru.
4. Penyalahgunaan pemanfaatan testimoni dari para pemuka masyarakat/agama atau pejabat publik untuk memberi efek penguatan (endorsement) dan kepercayaan.
5. Janji kemudahan untuk menarik kembali aset yang diinvestasikan dan jaminan keamanan aset yang diinvestasikan (easy, flexible, and safe).
6. Jaminan pembelian kembali tanpa pengurangan nilai (buy back guarantee).
(http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/02/06/mhspkn-waspadalah-ini-6-ciri-investasi-bodong).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Nursya'bani Purnama mengatakan, istilah “investasi bodong” digunakan orang untuk menggambarkan investasi yang tidak jelas kepemilikannya. Maraknya kasus penipuan investasi ini kata dia, karena dipicu perilaku masyarakat sendiri yang lebih mengedepankan pertimbangan emosi ketika menerima penawaran investasi.
Program investasi bodong ini kata Nursya’bani, memiliki ciri-ciri antara lain: perusahaannya tidak jelas dan tidak memiliki kantor, tidak punya legalitas, tidak terdaftar di badan apapun yang mengawasi investasi, menjanjikan keuntungan yang pasti dengan waktu yang pasti (ditentukan sejak awal), menjanjikan keuntungan melebihi ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia. “Perusahaan yang menawarkan investasi legal dipastikan akan menyodorkan nota kerjasama yang memiliki kekuatan hukum untuk mengikat kedua belah pihak,” ujar Nursya’bani mengingatkan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/06/14/m5lksr-ini-tiga-jurus-jitu-hindari-investasi-bodong).
Prita Hapsari Ghozie, CEO dan chief financial planner ZAP Finance, mengatakan, masyarakat harus mencurigai hal-hal berikut ini: biasanya skema investasi yang berujung penipuan akan lancar dalam 1-2 tahun pertama. Kemacetan biasanya mulai terasa di atas tahun ketiga. “Kalau pembayaran bagi hasil mulai seret, waspada dan cepat tarik dana Anda,” tegasnya.
Prita juga mengingatkan, kasus penyelewengan dana nasabah juga terbukti terjadi pada lembaga yang lebih bonafid. Misalnya kasus investasi reksadana “bodong” PT Antaboga Delta Sekuritas yang dibeli melalui Bank Century. Atau pelarian dana nasabah Rp 245 miliar oleh Komisaris Utama PT Sarijaya Permana Sekuritas. Kasus ini baru terungkap ketika Bapepam-LK menemukan indikasi penyalahgunaan rekening efek (saham) nasabah oleh sang komisaris.
Memilih Manajer Investasi
Karena itu, memilih manajer investasi dalam perusahaan penerbit produk investasi pun menjadi penting. Jangan lupa, kata Prita, hingga kini nasabah yang uangnya dulu diinvestasikan dalam produk reksadana Antaboga, belum mendapat pengembaliannya. Hario Soeprobo, President Director First State Investment Indonesia, membagi tips memilih manajer investasi: cari yang memiliki reputasi internasional dengan asumasi si manajer memiliki pengalaman matang mengelola dana investasi. Carilah manajer investasi dengan pengalaman bertahun-tahun sebab produk pasar modal sudah berumur ratusan tahun pula.
Lalu, cari tahu siapa pengelola jasa manajemen investasi itu. “Lihat turn over orangnya,” kata Hario. Ibarat restoran, kokinya harus diketahui siapa dan sebaiknya koki itu tidak berganti-ganti. Selanjutnya, perhatikan pertumbuhan setiap produk yang dimiliki manajer investasi. Yang dicari adalah pertumbuhan yang stabil dalam kurun waktu beberapa tahun. “Lihat yang naik turunnya tidak terlalu tajam,” sambungnya. Pastikan mencari yang bisa memberi pertumbuhan secara rutin (http://www.republika.co.id/berita/humaira/sana-sini/13/02/26/mit8n6-ogah-kena-tipuan-investasi-bodong-ini-triknya).**
0 Comment:
Posting Komentar